Direktur Umum Lion Air, Edward Sirait, mengaku telah melakukan
investigasi internal dan telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi
dalam pesawat yang terbang dari Surabaya menuju Denpasar, 14 November
2015 lalu.
"Kopilot itu mengucapkan selamat ulang tahun ke teman pramugarinya
yang ikut terbang. Jadi, seperti memberi kejutan. Hal itu melanggar
prosedur announcement dan etika," kata Edward saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/11/2015) sore.
Edward menceritakan, sang kopilot sengaja mengucapkan selamat ulang
tahun melalui mikrofon hingga suaranya keluar dan terdengar di kabin
pesawat.
Dalam ucapannya, kopilot hanya mengucapkan selamat ulang tahun dan
memberi tahu bahwa pramugari tersebut masih single dan sedang mencari
jodoh.
"Jadi, yang katanya menawarkan janda, itu tidak benar sama sekali. Pramugarinya saja single," tutur Edward.
Terkait dengan adanya pernyataan yang menyebutkan bahwa terdengar
suara mendesah sepanjang perjalanan juga dianggap aneh oleh Edward.
Setelah dikonfirmasi kepada yang bersangkutan, kopilot membantah bahwa dia mendesah selama penerbangan menuju ke Denpasar.
Selain itu, kopilot juga tidak mungkin berbicara terus karena dia harus selalu berkomunikasi dengan petugas tower.
"Kalau dia masih ngomong di mikrofon, pesawatnya enggak mungkin
terbang. Orang yang bilang kopilotnya mabuk, itu juga diragukan. Kalau
mabuk, kaptennya tidak mungkin mau menerbangkan pesawat. Bisa jadi
kopilot kalau bicara lewat mic terlalu dekat, jadi terdengar seperti
mendesah," ujar Edward.
"Kami juga dibilang menutup-nutupi identitas kopilot. Padahal, setiap
mau lepas landas, kan selalu disebutkan, siapa kaptennya, kopilot, dan
awak lainnya," ucap dia.
Sanksi skors
Atas tindakan kopilot tersebut, Lion Air memberi sanksi berupa hukuman tidak boleh terbang minimal dua pekan lamanya.
Edward enggan menyebut nama kopilot tersebut. Dia juga meminta agar
nama kopilot itu tidak disebutkan atas dasar pertimbangan tertentu.
"Tidak usah disebutlah. Kasihan dia. Ini juga bukan pelanggaran berat
yang membahayakan nyawa penumpang, masalah etika saja," sebut Edward.
Sejarah dan Masalah di Lion Air
Didirikan pada tanggal 19 Oktober 1999 dan beroperasi pada tanggal 30
Juni 2000. Maskapai Lion Air beroperasi pertama kalinya dengan
menggunakan Boeing 737-200 yang disewa untuk membuka rute ke Pontianak.
Maskapai penerbangan ini dikomandoi oleh Rusdi Kirana dan keluarganya.
Dalam perkembangannya, Maskapai penerbangan ini berencana untuk
bergabung dengan IATA, tetapi sebelum masuk ke dalam IATA, organisasi
ini mengharuskan maskapai ini untuk lulus ujian IATA, IOSA.
Namun, gagal karena masalah keamanan. Tetapi, Lion Air tak patah arang meski sempat gagal. Lion bersama Boeing mendesain framework untuk workshop dalam pengaplikasian prosedur Kinerja Navigasi Berpemandu (KNB) di Indonesia.
Pada bulan November 2009, Maskapai mendatangkan armada terbesarnya
Boeing 747-400 yang merupakan purna pakai dari maskapai Oasis Hong Kong
Airlines yang bangkrut pada tahun 2008, pada tahun berikutnya Lion Air
menambah jumlah penerbangan ke Jeddah sebanyak lima kali seminggu yang
dilayani oleh 2 armada Boeing 747-400 dengan total kursi sebanyak 992
kursi dalam sekali terbang.
Pada tanggal 19 Juli 2011, Lion Air
melakukan pemberhentian sementara untuk ke 13 armadanya akibat gagalnya
maskapai memenuhi OTP (on time performance) yang ditetapkan oleh Dirjen
Perhubungan Udara sampai Lion Air dapat memenuhi sekurang-kurangnya 80 persen dari OTP.
Dalam catatan resmi Kementerian Perhubungan, OTP Lion Air
hanya 66.45 persen dan merupakan yang terburuk dari 6 maskapai
penerbangan utama dari bulan Januari hingga April tahun 2011 di 24
bandar udara di seluruh Indonesia.
Pada tanggal 18 November 2011, maskapai penerbangan bersama dengan
Boeing mengumumkan pemesanan 201 pesawat Boeing 737 MAX dan 29 pesawat
Boeing 737-900ER dan ini tercatat sebagai pemesanan tunggal terbanyak
oleh satu maskapai penerbangan komersial sebanyak 230 dengan nilai 21.7
miliar dolar AS.
source :
banjarmasin.tribunnews.com